Hap-hap-hap! Udah Januari aja
ya:’) Berarti semakin dekat dengan UN 2k13. Betapaaaa~ Perjuangan jadi anak
kelas sembilan mulai kerasa nih. Di mana cari nilai itu harus bener-bener di
niatin. Nggak boleh ada main-main ini itu dan lain-lain. Dulu tuh, jaman-jamannya
masih kelas tujuh kelas delapan, masih suka ngedumel kenapa liburan berasa
cepet banget. Kenapa Cuma dua minggu dan harus berlangsung gitu aja. Berlalu
gitu aja. Mengalir gitu aja. Kadang nih ya, hidup remaja tuh aneh. Percaya
nggak percaya, sebenernya banyak, eh sorry ralat~ sebenernya banyak banget
tanggungan yang bisa dikerjain pas liburan, tapi entah kenapa liburan panjang
itu selalu mengalir gitu aja. Berasa dikasih oli gitu. Licin. Cepet banget
keplesetnya.
Nah, kekosongan dan kehampaan itu
mendorong rasa males luar biasa yang akhir-akhirnya Cuma berakhir dengan
rebahan, dan berkelanjutan menjadi tidur. Well, ini nih yang kadang jadi
masalahku. Kadang aku pengen gitu jadi Lily Early yang tiap hari belajar dan
ngabisin waktu buat ngerjain tugas. Kadang aku juga bingung kok dia bisa kayak
gitu. Hidupnya terdesain dengan sempurna sebagai seorang pelajar. Dan ya emang
kenyataannya gitu. Dia memang terlahir untuk belajar._. *peace lho, Ly* Tapi
dari dia juga nih aku belajar banyak tentang hidup(?) Aku lebih banyak belajar
tentang hidup daripada tentang pelajaran. Kadang malah curhat tentang air,
pintu, bunga, bahkan tentang orang lewat(?)
Aku mulai banyak baca lagi
tentang karakter-karakter manusia. Entah kenapa, belakangan ini aku suka banget
buat menganalisa karakteristik manusia. Kehidupan yang memaksa aku untuk ingin
tau. Bertemu orang banyak dan bisa merasakan ap yang orang rasakan, ternyata
asyik, dan mendorong aku untuk belajar lebih dalem tentang karakter manusia.
Pertama jelas aku belajar tetnang
karakterku sendiri. Memahami diri sendiri selalu lebih susah dari memahami
orang lain bukan? Kalo kata Proffesor Yohanes Surya, anak-anak akan lebih mudah
memahami apa yang tidak dia alami, dan tidak dia rasakan, haha. Dan ternyata ya
emang gitu. Setelah aku baca, browsing, dan mencernanya *berasa mau nelen
sesuatu deh* ternyata aku jadi tau aku yang sebenernya. Banyak juga hal yang aku
nggak tau tentang aku sendiri, haha. Dan ya itu yang membuatku kadang berhenti
di awal, kadang macet di tengah, dan putus asa di belakang.
Nah, habis itu aku mulai belajar
beberapa karakter orang dewasa yang menghiasi kehidupanku(?) *Berasa apa gitu
ya bahasanya._. ‘Menghiasi’..* Ternyata emang gak berhasil. Ternyata emang
salah mbandingin diri sama orang yang lebih dewasa. Pola pikir kita berbeda
bung(?). Alhasil, aku berusaha belajar dari...... Rosma. Tadinya aku sempet
belajar dari Early. Tapi setelah berfikir lebih lanjut, Early terlalu hebat
untuk menjadi guru kehidupan._.
Rosma. Temen sebangku. Heboh.
Asyik. Kadang marahan. Kadang nangis sama-sama. Kadang kerjasama ngerjain tugas
yang sebenernya tugas individu, dan belajar. Effortnya Rosma dari awal sampe
akhir ini tuh hebat. Aku bener-bener merhatiin dan bandingin dia yang dulu sama
yang sekarang. Dulu dia ya dia, tapi sekarang dia udah berubah:’) Dia bisa
belajar, dan jadi lebih baik. Nggak pantang menyerah, dan (kadang) bisa nerima
(hampir) semua keadaan dengan baik, hihi. Dan dialah guru yang sedang gue ikuti
sekarang.
Sebenernya tulisan ini emang gak
jelas sih, tapi ya gimana ya. Aku pengen nulis aja, hihi. Sebenernya intinya
adalah, aku udah belajar banyak hao tentang karakter manusia. Betapa mudahnya
belajar dari orang lain dan betapa susahnya memandang diri sendiri. Iya kan?
Kadang, kita mudah memandang orang
lain tanpa tau sisi belakang di balik tubuh orang itu. Tapi kita susah banget
kalo disuruh ngeoiat ke diri sendiri. Kita gampang nyodorin orang kaca, tapi
kita sendiri susah buat ngaca. Kita mudah membicarakan, mengungkit, dan
mempermasalahkan masalah orang lain, tapi bisakah kita mempermasalahkan masalah
kita sendiri dulu?
Dan itu yang bikin pola pikirku
berulak-alik, berterbangan, dan melayang-layang. Perbedaan adalah hal paling
bagus buat jadi sumber belajar. Buat apa kita belajar hal yang sama setiap
waktu? Buat apa kita dapet hasil yang sama setiap waktu? Kenapa kita nggak
berusaha dapet hasil yang lebih baik dengan belajar dari hal yang berbeda dari
kita?
Belajar dari orang yang lebih
mampu dari kita, belajar dari orang yang kurang mampu di banding kita, yang
berbeda suku, berbeda kota, berbeda negara, berbeda usia, berbeda kepribadian,
ber beda keyakinan, berbeda status sosial, berbeda keturunan, apa salahnya?
Intinya sih, di post kali ini,
aku menyampaikan aspirasi dari anak kecil usia 11 tahun yang aku ajar. Namanya
Windy Bernadetta Karolina, panggil aja dia Olin. Setelah dia baca rancangan
post ini, dia nulis semacam rangkaian kalimat indah gitu, dan aku masih
paragraf empatnya. Kayak gini, “Aku
berteman dengan siapa saja. Sekalipun seekor binatang, yang tidak bisa bicara
denganku, asal dia bisa menghargaiku, dia temanku. Karena Tuhan menciptakan
makhluknya dalam keadaan yang bermacam-macam, dan sebagai makhluk Tuhan yang
berbakti, kami harus saling menerima, menghargai, dan saling menyayangi dalam
perbedaan.”
Dan dari kalimat-kaimat Olin tadi
aku mau ambil kesimpulan. Aku berteman dengan siapapun yang bisa menghargaiku. Meski
berbeda keyakinan, musuh, narapidana, penyandang cacat fisik atau cacat mental,
maupun orang tua atau balita. Tak ada alasan berbeda lalu tolak-menolak.
Perbedaan adalah anugrah. Karena berbedalah kita belajar senantiasa menghargai,
mengasihi, dan bertoleransi. Alasan kuat untuk tidak bergerombol dan
mengeksplor kehidupan seluas-luasnya bukan?:)
Terimakasih telah membaca yaJ anggep aja post ini
post biasa. Kritik dan saran selalu ditunggu. Maaf apabila terdapat ketidak
runtutan dalam penulisan post ini. Karena post ini adalah curahan pemikiran
belaka. Hihi. Dadaaaaaaaaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar