DALAM
BUTIRAN TETESAN KACA
Gumpalan
kelabu di atas sana, bergerak perlahan ke utara
Tunggu,
ia juga bergerak ke selatan, timur, bahkan barat
Tak
peduli berapa banyak korban yang basah karenanya
Karena
basahnya, hanya menimbulkan demam semata
Bukan
penyakit yang kronis, yang sungguh-sungguh sakit, sesakit aku menunggumu
Butiran
kaca yang pecah, perlahan mulai terdengar sayu
Gumpalan
yang abu-abu, memadat, memutih, dan mulai berarak
Entah
apa lagi yang akan terjadi
Mungkin,
kaca yang runtuh itu, menghias jalan dengan kubangan
Atau
mungkin, kaca itu pecah kembali, dan membias menjadi beberapa warna
Rasa
takut gemuruh dari lembah, seakan sirna
Ketika
buliran kaca jatuh, menempel, dan melebur di jendela
Terbias
wajah tanpa dosa dalam butiran tetesan kaca
Kaca
indah dari langit tempat suci para bidadara, dan turun perlahan bersama para
bidadari
Tak
berbeda dengan mataku, lihatlah, nampak berlapis kaca di dalamnya,
Oh
tunggu, ini bukan kaca, tapi air mata, kubiarkan mengalir entah ke mana
Tak
pernah ku tau, apa lagu yang dinyanyikan sang air mata
Datang
kala sedih dan duka ketika aku tersiksa, datang kala suka ceria, ketika kau
kembali
Dalam
kalbuku aku berpinta, semoga kau tak lama,
segera kembali, dan
memandang bersama dalam butiran tetesan kaca
Buliran
air mataku, sedalam butiran tetesan kaca dari langit,
yang
membiaskan cahaya pancarkan beribu warna
Dalam penantianku
menunggumu, mengumpulkan butiran kaca, dan merangkainya dalam hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar